Setelah anggota baru terkecil dipekerjakan, kehidupan seorang ibu yang bekerja tidak sama. Waktu 24 jam yang awalnya terasa cukup seakan habis dalam sekejap mata. Belum lagi energi yang habis setiap hari. Apakah Anda akrab dengan ini? Wajar. Karena bekerja setelah melahirkan menghadirkan tantangan baru bagi ibu. Ada dilema bagi ibu bekerja, pemisahan antara bekerja dan membesarkan anak.
Atur waktu untuk ibu bekerja
Biasanya, dilema ini menjadi lebih jelas bagi ibu yang bekerja ketika cuti hamil 3 bulan atau 6 bulan di beberapa perusahaan berakhir. Artinya, sudah saatnya kembali ke peran sebelum cuti, yaitu sebagai karyawan. Apakah Anda memiliki anak atau tidak, tanggung jawab ini tidak dapat dikecualikan.
Di sisi lain, bekerja setelah melahirkan sangat melelahkan. Tidak ada salahnya untuk mengakui hal ini, karena ini adalah fakta. Ada bayi yang masih sangat lekat dengan ibunya karena belum sepenuhnya mandiri seperti anak usia 2-3 tahun. Saat ini, ibu bekerja harus menemukan strategi untuk menyeimbangkan keduanya. Tidak harus sempurna. Tapi setidaknya pekerjaan pasca melahirkan bisa lebih terkontrol dengan melakukan hal-hal seperti:
Kelola dengan baik
Semakin baik manajemen antara peran orang tua dan karyawan, semakin kecil kemungkinannya untuk merasa kewalahan. Ini juga dapat mencegah kesalahan penyebab stres seperti melewatkan rapat penting, pemesanan ganda, dan pekerjaan yang diabaikan.
Delegasi
Jangan takut untuk mendelegasikan hal-hal yang tidak dapat Anda lakukan sendiri kepada orang lain. Baik itu pasangan, anggota keluarga lainnya, pengasuh, pengasuh atau pembantu rumah tangga.
Karena tidak mungkin seorang ibu menjadi superwoman yang bisa melakukan semuanya sekaligus. Pekerjaan pasca pengiriman tidak akan secepat dan seproduktif dulu tanpa pendelegasian.
Multitasking
Dibandingkan dengan monotasking, melakukan banyak hal sekaligus atau multitasking jauh lebih melelahkan. Otak harus bekerja lebih keras. Belum lagi kemungkinan error pun tak ketinggalan.
Jadi bagus untuk ibu bekerja berada di tengah. Jika memungkinkan, lakukan monotasking dengan fokus. Namun jika perlu, tak ada salahnya sesekali melakukan multitasking. Misalnya, menelepon rekan kerja saat jalan-jalan pagi dengan bayi di kereta dorong bayi dan sejenisnya. Namun jika terasa melelahkan, saatnya berhenti multitasking. Hampir tidak cukup.
Belajar mengatakan tidak
Meski Anda bukan orang yang menyenangkan, banyak orang yang masih enggan untuk mengatakan tidak. Inilah yang sering menjadi akar dilema ibu bekerja. Sedangkan ibu, ketika kembali bekerja setelah melahirkan, perlu belajar untuk mengatakan tidak. Jangan terlalu berani atau mengabaikan orang lain, tapi kenali dirimu sendiri.